Rabu, 01 Desember 2010

sampurasun

SAMPURASUN...Rampes...Kata tersebut tidak pernah lupa diucapkan Walikota Cimahi H.M. Itoc Tochija dalam setiap kali kesempatan dan bertatap muka dengan siapapun. Kata Sampurasun  kini sudah akrab dan tidak hanya menjadi kosakata para orangtua tetapi populer juga dalam pergaulan anak-anak.
Sampurasun dan Rampes memang tidak dapat dipisahkan. Ketika ada orang yang mengucap
sampurasun maka jawabannya rampes. Dalam kesempatan acara sosialisasi tentang perundang-undangan Lingkungan Hidup, Itoc sempat bertutur soal kebiasaannya mengucapkan sampurasun. Sampurasun, Rampes artinya, tolong maafkan kami. "Mohon maaf  takut ada kesalahan", kata Itoc.
Ia mengatakan pengucapan kata Sampurasun yang dijawab Rampes merupakan salah satu kearifan
lokal terutama bagi masyarakat Sunda. Meskipun saat ini, dihadapkan pada kemajuaan zaman di era globalisasi bukan berari melupakan nilai-nilai budaya lokal. "Bumi dan tanah ini tidak berpindah, yang bergerak adalah manusiannya. jadi meskipun zaman sudah maju bukan berarti harus melupakan budaya lokal. Nilai-nilai budaya harus tetap terpelihara dan dilestarikan," ujarnya.
Kendati sudah akrab ditelinga, tidak salahnya untuk mengetahui filosofi kata sampurasun.
Dalam sejarahnya peradaban Sunda, kata Sampurasun merupakan singkatan dari Sampura
(hampura) yang artinya punten. Kata ini singkatan dari "abdi nyuhungkeun dihapunten" (Saya mohon dimaafkan). Sehingga, ketika seseorang mengucapkan Sampurasun maka jawabannya yaitu rampes, artinya baik dimaafkan (mangga dihapunten). Maka kata Sampurasun Rampes menjadi frase yang pengucapannya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Kata ini biasa dipakai orang Sunda ketika bertamu ke rumah orang. Dipakai pula untuk
menyapa khalayak sebagai kata pembuka dalam kesempatan berpidato maupun memberikan sambutan.  Atau kata yang ditulis saat mengawali kalimat dalam surat. Sampurasun boleh jadi hanya secuil dari bentuk pelestarian kearifan lokal. Paling tidak, kata sederhana itu paling mudah dilakukan dan dipraktekan dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Meskipun sejatinya, kearifan lokal dalam tatakrama Sunda tidak sekedar kata sampuran. (cucu sumiati/"GM")** 

3 komentar:

  1. Salam seuri. Tidak juga ah, hingga saat ini masih banyak urang Sunda yang gak faham apa arti kecap Sampurasun dan Rampes. Anehnya males cari info. Padahal zaman globalisasi ini dengan menulis kata kunci Sampurasun di Google Search, sekejap muncul jawaban dari blog munel ini. Hatur nuhun. Eman Rais.

    BalasHapus
  2. Menurut saya, kata "sampurasun" cukup dimaknai "punten", yg dalam bahasa Indonesia berarti permisi. Maka, kata "rampes" yg merupakan jawaban dari sampurasun, bermakna mangga. Orang Jawa bilang: Monggo. Dalam B. Indonesia berarti: silahkan/ya....

    BalasHapus
  3. demi keamanan, dalam penyampaian / pengiriman informasi penting / rahasia sering kita dengar istilah "kata sandi". hingga saat ini, dalam pendidikan latihan dasar kemiliteran juga masih sering dipraktekan, istilahnya caraka atau pembawa berita. pesan yang dia bawa hanya boleh disampaikan kepada orang yang mengetahui sandi yang dibuat oleh pemberi berita. misalnya :
    Pemberi berita : meminta caraka mengirimkan informasi kepada orang yang bernama X. untuk memastikan bahwa orang yang ia temui adalah X. si pemberi berita dan penerima berita sudah membuat kata sandinya. misalnya sandinya jumlah nominal 10. ketika caraka dengan sengaja menyebut angka 5, orang yang dicari pasti membalas dengan 5. jika caraka bilang 6, orang yang dicari akan bilang 4, klo dia tidak menjawab seperti yang sudah disandikan, caraka tidak boleh menyampaikan informasi yang dia bawa.

    Begitunya juga menurut saya mengenai arti sampurasun dan rampes, tidak ada arti spesifik mengenai kedua arti kata tersebut melainkan hanya sebuah kode sandi. (klo sandinya cuma punteun mangga kan sudah umum.hehe..)

    pernah di sampaikan waktu acara misteri "bukan dunia lain" dengan latar taman maluku bandung, deket patung pasteur (bisa searching di youtube), mediator yang kerasukan menyebutkan silsilah sampurasun dan rampes karena pada zaman perang dulu, kondisi bandung tidak kondusif sehingga tidak bisa dikenali mana kawan mana lawan, dan kata sandi sampurasun dan rampes ini yang dijadikan pengenalnya, "jika diucapkan sampurasun dia tidak menjawab dengan rampes berarti dia lawan"

    mohon maaf klo salah :)

    BalasHapus